Dialektologi


 

Dialektologi berasal dari kata dialect dan logi. Kata dialect berasal dari bahasa Yunani, yaitu dialektos. Kata dialektos digunakan untuk menunjuk pada keadaan bahasa di Yunani yang memperlihatkan perbedaan-perbedaan kecil dalam bahasa yang mereka gunakan. Akan tetapi, perbedaan itu tidak menyebabkan para penutur tersebut merasa memiliki bahasa yang berbeda. Kata logi berasal dari bahasa Yunani yaitu logos, yang berarti ‘ilmu’. Jadi, apabila kata dialektos dan logos itu disatukan maka akan berarti ‘ilmu yang mengkaji dialek’.

Di bawah ini adalah pengertian dialektologi dari pandangan-pandangan para ahli, antara lain: Chamber dan Trudgill (1930:3) beranggapan bahwa dialek adalah suatu bentuk bahasa yang berada di bawah standar, statusnya lebih rendah, sering dianggap sebagai bentuk bahasa yang kasar, secara umum dikelompokkan sebagai bahasa kaum tani, kelas pekerja, atau kelompok-kelompok lain yang kurang berprestise. Panitia Atlas Bahasa-bahasa Eropa (Dalam Ayatrohaedi, 1983:1) merumuskan bahwa dialek dikatakan sebagai sistem kebahasaan yang dipergunakan oleh suatu masyarakat untuk membedakannya dari masyarakat lain yang bertetangga yang menggunakan sistem yang berlainan walaupun erat hubungannya. Fernandez (1993:6) memandang bahwa semua dialek dari suatu bahasa  memiliki kedudukan dan status yang sederajat, tidak ada dialek yang lebih baik dari pada dialek lain, tidak ada dialek yang berprestise dan yang tidak berprestise. Mahsun (1995:11) mengemukakan bahwa pada dasarnya dialektologi merupakan ilmu tentang dialek; atau cabang dari linguistik yang mengkaji perbedaan-perbedaan isolek dengan memperlakukan perbedaan tersebut secara utuh. Nadra (2006:28) mengemukakan bahwa dialektologi merupakan salah satu cabang linguistik (ilmu bahasa) yang mengkaji dialek dan dialek-dialek. Dengan kata lain, dialektolgi dapat mengkaji dialek tertentu saja dari suatu bahasa dan dapat pula mengkaji dialek-dialek yang ada dalam bahasa. Dialektologi juga dapat mengkaji perbedaan-perbedaan atau variasi-variasi isolek.

Dari beberapa pendapat ahli terebut dapat disimpulkan bahwa dialektologi merupakan cabang ilmu linguistic yang mengkaji tentang perbedaan-perbedaan dalam penggunaan dialek dari suatu bahasa. Perbedaan-perbedaan (dibaca: Variasi maupun korespondensi) tersebut terdapat pada tataran, baik fonologi, morfologi, leksikal, dan semantic.

Meillet (dalam Nadra dan Reniwati, 2009:12) mengemukakan adanya tiga ciri dialek, yaitu; (a) dialek adalah perbedaan dalam kesatuan dan kesatuan dalam perbedaan, (b) dialek adalah seperangkat bentuk ujaran setempat yang berbeda-beda, yang memilki ciri-ciri umum dan masing-masing lebih mirip sesamanya dibandingkan dengan bentuk ujaran lain dari bahasa yang sama, dan (c) dialek tidak harus mengambil semua bentuk ujaran dari sebuah bahasa. Dalam perkembangannya sedikit demi sedikit dialek itu diterima oleh seluruh pemakainya.

Di samping istilah dialek, dikenal pula istiah isolek, idiolek, dan aksen. Istilah isolek diambil oleh Adelaar dari Hudson (dalam Nadra dan Reniwati: 2009:3) yang digunakan untuk mengacu pada bentuk bahasa tanpa memperhatikan statusnya sebagai bahasa ataukah sebagai dialek. Jadi, istilah isolek merupakan istilah netral yang dapat digunakan untuk menunjuk pada bahasa, dialek, atau subdialek. Yang dimaksud dengan idiolek adalah ciri khas dalam bertutur dan aksen digunakan untuk menunjukkan pada cara penutur mengucapkan bunyi bahasa. Dengan demikian, aksen merupakan variasi bahasa secara fonetis dan atau secara fonologis. istilah aksen sering disebut logat.

Mahsun (1995:1213) menyatakan bahwa istilah diakronis yaitu berkenaan dengan pendekatan terhadap bahasa dengan melihat perkembangannya sepanjang waktu yang bersifat historis. Kajian tentang diakronis dalam dialektologi adalah membicarakan dialek/subdialek, serta bagaimana eksistensi  dialek/subdialek itu, yang mencakup:

1)      Hubungan dialek-dialek/subdialek-subdialek dengan bahasa induk yang menurunkannya.

2)      Hubungan antardialek/subdialek itu satu sama lain.

3)      Hubungan antardialek/subdialek itu dengan dialek/subdialek dari bahasa lain yang diduga pula ikut membentuk jati diri dialek-dialek/subdialek-subdialek dari bahasa yang diteliti.

Selanjutnya, oleh karena pembicaraan secara diakronis dapat dilakukan jika telah bersedia bahan (hasil) yang bersifat sinkronis, maka dalam pengertian diakronis itu mengandung pengertian yang bersifat sinkronis. Artinya, dalam kajian dialektologi diakronis terkandung pula pembicaraan bersifat sinkronis. Sinkronis di sini menjawab “apa” itu dialek/subdialek.

Jadi, dialektologi diakronis adalah suatu kajian perbedaan-perbedaan isolek yang bersifat analitis sinkronis dengan menafsirkan perbedaan-perbedaan isolek tersebut berdasarkan kajian yang bersifat historis  atau diakronis. Dengan kata lain, dialektologi diakronis adalah kajian tentang “apa dan bagaimana” perbedaan-perbedaan isolek yang terdapat dalam suatu bahasa.

Kajian dialektologi diakronis sesuai dengan sifat kajiannya, melakukan analisis sinkronis dengan penafsiran perbedaan unsur-unsur kebahasaan berdasarkan kajian yang bersifat historis (diakronis), maka bidang garapan dialektologi diakronis mencakup dua aspek, yaitu aspek sinkronis (deskriptif) dan diakronis (historis).

Mahsun (1995:1314) mengemukakan bahwa aspek sinkronis (deskriptif) pengkajiannya disasarkan pada upaya-upaya berikut ini:

“1)  Pendeskripsian perbedaan unsur-unsur kebahasaan yang terdapat dalam bahasa yang diteliti.

  2)  Pemetaan unsur-unsur kebahasaanyang berbeda itu.

  3) Penentuan isolek sebagai dialek atau subdialek dengan berpijak pada unsur-unsur kebahasaan yang berbeda, yang telah dideskripsikan dan dipetakan itu.

  4)  Membuat deskripsi yang berkaitan dengan pengenalan dialek atau subdialek melalui pendeskripsian ciri-ciri unsur-unsur kebahasaan yang menandai atau membedakan antara dialek atau subdialek yang satu dengan yang lainnya dalam bahasa yang diteliti.”

 

Aspek diakronis (historis) pengkajiannya disasarkan pada upaya-upaya berikut ini:

“1) Membuat rekonstruksi prabahasa dari bahasa yang diteliti;

  2) Penelusuran pengaruh antar dialek/subdialek bahasa yang diteliti;

  3) Penelusuran unsur kebahasaan yang merupakan inovasi iternal ataupun   eksternal dalam dialek-dialek atau subdialek-subdialek bahasa yang diteliti;

  4) Penelusuran unsur kebahasaan yang berupa retensi pada dialek atau    subdialek yang diteliti dengan situasi persebaran geografisnya;

  5) Penelusuran saling berhubungan antara unsur-unsur kebahasaan yang berbeda di antara dialek atau subdialek bahasa yang diteliti;

  6) Membuat analisis dialek/dialek yang konservatif dan inovatif;

Membuat rekonstruksi sejarah daerah yang diteliti. (Mahsun, 1995:14).”

 

Sebagai cabang linguistik yang bersifat interdisipliner, kajian dialektologi selalu bertumpu pada konsep-konsep ilmu bahasa (linguistik). Adapun konsep yang digunakan adalah konsep-konsep dalam bidang linguistik seperti konsep fonem dan alofon dalam bidang fonologi; morfem dalam bidang morfologi; konsep frasa dan klausa pada bidang sintaksis dan lain-lain. Konsep-konsep tersebut terutama sekali dimanfaatkan dalam kerangka deskripsi perbedaan unsur-unsur kebahasaan didaerah pengamatan dalam sebuah penelitian.

Nadra dan Reniwati (2009:23) menyatakan bahwa unsur-unsur kebahasaan yang bisa memperlihatkan perbedaan atau variasi dalam dialek atau subdialek adalah unsur fonologis, leksikal, morfologis, sintaksis, dan semantik. Unsur yang paling banyak memperlihatkan variasi atau perbedaan adalah unsur fonologis, leksikal, dan morfologis, sedangkan unsur sintaksis dan semantik hanya sedikit sekali ditemukan variasi tersebut.

 

Jenis-jenis Dialek


Ruang lingkup Dialektologi

  Perbedaan fonetik : perbedaan ini berada dibidang fonelogi dan biasanya pemakai dialek/ bahasa yang bersangkutan tidak menyadari adanya perbedaan tersebut.

  Perbedaan semantic: dengan terciptanya kata-kata baru berdasarkan perubahan fonologi dan geseran bentuk.

  Perbedaan onomasiologis : menunjukkan nama yang berbeda berdasarkan satu konsep yang diberikan dibeberapa tempat yang berbeda.

  Perbedaan semasiologis : pemberian nama yang sama untuk beberapa konsep yang berbeda.

  Perbedaan morfologis : terciptanya inovasi bahasa.

 

Referensi

 

Ayatrohaedi. 1979. Dialektologi: Sebuah Pengantar. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Chambers, J.K dan P. Trudgill. 1980. Dialectology. London: Cambridge University Press.

Crowley, Terry. 1992. An Introduction to Historical Linguistic. Melbourne Auckland: Oxford University Press.

Fernandez, Inyo Yos. 1993. Dialektologi Sinkronis dan Diakronis: Sebuah Pengantar. Yogyakarta: Minat Utama Linguistik.

Mahsun. 1995. Dialektology Diakronis: Sebuah Pengantar. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Nadra. 2006. Rekonstruksi Bahasa Minangkabau. Padang: Andalas University Press.

Nadra dan Reniwati. 2009. Dialektologi, Teori dan Metode. Yogyakarta: Elmatera Publishing.

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PSIKOLINGUISTIK   PENGERTIAN Secara etimologis, istilah psikolingustik berasal dari dua kata yaitu, Psikologi dan Linguistik. Kedua kata...