Bahasa Indonesia dan Perkembangannya

 

 



Sekarang ini, Bahasa Indonesia menjadi salah satu bahasa yang perkembangannya mengalami peningkatan pesat baik di level nasional maupun internasional. Di level nasional dibuktikan dengan pembaharuan Ejaan (EYD, 2022), perkembangan kosakata mutakhir, pemuktahiran KBBI, dll, sedangkan di level Internasional dibuktikan dengan pidato Presiden RI Joko Widodo yang menggunakan bahasa Indonesia dalam lawatannya ke Ukrainai dan Rusia (Juni 2022). Selain itu, Bahasa Indonesia juga menjadi kurikulum dalam pembelajaran di berbagai Negara. Pemerintah juga berperan aktif dalam pengembangan bahasa Indnesia melalui program Uji Kompetensi Bahasa Indonesia (UKBI) sebagai tolok ukur penguasaan bahasa Indonesia bagi masyarakat Indonesia dan turis asing. Hal tersebut bertujuan sebagai usaha pemartabatan bahasa Indonesia menjadi bahasa pengantar Internasional.

Berikut dijelaskan perkembangan dan eksistensi bahasa Indonesia dari masa ke masa sebagai media kumunikasi masyarakat Nusantara.

Lahirnya Bahasa Indonesia mempunya latar belakang kesejarahan yang panjang. Dari penjelasan dan temuan berbagai ahli bahasa dan sejarah telah menyepakati bahwa bahasa Indonesia berakar dan bersumber dari bahasa Melayu. Hal tersebut disebabkan oleh keunikan, fleksibel, dan mudahnya pemahaman dalam penggunaan bahasa Melayu. Di samping itu, pada masa kerajaan Srwijaya (Abad ke 7), bahasa Melayu digunakan sebagai bahasa pengantar perdagangan (Lingua Franca) di wilayah Nusantara.

Setelah itu, setelah kedatangan bangsa Asing ke Indonesia bahasa Melayu juga menjadi bahasa pengantar dalam hal politik, ekonomi, agama, dan sosial, Dari hal tersebut, seorang linguis asal Belanda Ch. A. Van Ophuijsen Bersama linguis Indonesia membuat keseragaman dalam penggunaan bahasa Melayu dalam hal ejaan (ejaan Van Ophuijsen, 1901).

Pada tahun 1928, berkumpullah perwakilan pemuda dari berbagai daerah untuk mengikrarkan Sumpah Pemuda, yang salah satu poinnya adalah “menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa Indonesia”. Pengesahan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi Negara setelah kemerdekaan Indonesia 1945, yang dimaktubkan dalam UUD 1945 Pasal 36.

Bahasa Indonesia menjadi bahasa resmi berfungsi sebagai bahasa Negara dan bahasa Nasional dengan tujuan sebagai penanda, lambang identitas, dan jati diri yang melekat pada masyarakat Indonesia.

Seiring perubahan zaman, bahasa Indonesia tidak hanya bersumber dari bahasa Melayu saja, akan tetapi juga mengambil bahasa-bahasa Daerah yang ada di Indonesia mulai dari Sabang sampai Merauke. Selain itu, bahasa Indonesia dalam perkembangannya mengadopsi bahasa-bahasa yang pernah eksis di Indonesia, seperti bahasa Inggris, Arab, Mandarin, Portugis, dan lain-lain (dalam bidang sains dan teknologi).

 

*Resensi dari beragai Sumber

 

Fonologi

 




FONOLOGI

(Intisari Buku Masnur Muslich)

 

Pendahuluan

Fonologi dan Bidang Pembahasannya

Bahwa bahasa adalah sistem bunyi ujar sudah disadari oleh para linguis. Oleh karena itu, objek utama kajian linguistik adalah bahasa lisan, yaitu bahasa dalam bentuk bunyi ujar. Kalau toh dalam praktik berbahasa dijumpai ragam bahasa tulis, dianggap sebagai bahasa sekunder, yaitu “rekaman” dari bahasa lisan. Oleh karena itu, bahasa tulis bukan menjadi sasaran utama kajian linguistik.

Dari sini, dapat dipahami bahwa material bahasa adalah bunyi-bunyi ujar. Kajian mendalam tentang bunyi-bunyi ujar ini diselidiki oleh cabang linguistik yang disebut fonologi. Oleh fonologi, bunyi-bunyi ujar ini dapat dipelajari dengan dua sudut pandang, yaitu (1) fonetik dan (2) fonemik. Secara lebih rinci, kedua cabang kajian fonologi ini diuraikan pada bab berikutnya.

 

Kedudukan Fonologi dalam Cabang-Cabang Linguistik

Dalam bidang morfologi, yang konsentrasi analisisnya pada tataran struktur internal kata (mulai dari perilaku kata, proses pemebentukan kata, sampai dengan nosi yang timbul akibat pembentukan kata) sering memanfaatkan hasil studi fonologi. Misalnya ketika ingin menjelaskan, mengapa morfem dasar {pukul} diucapkan secara bervariasi antara [pukUl] dan [pUkUl], serta diucapkan [pukulan] setelah mendapatkan proses morfologis dengan penambahan morfem sufiks {-an}, praktis “minta bantuan” hasil studi fonologi.

Bidang sintaksis, yang konsentrasi analisisnya pada tataran kalimat ketika berhadapan dengan kalimat Kamu di sini. (kalimat berita), Kamu di sini? (kalimat tanya), dan Kamu di sini! (kalimat seru/perintah) yang ketiganya mempunyai maksyd yang berbeda, padahal masing-masing terdiri atas tiga kata yang sama, bisa dijelaskan dengan memanfaatkan hasil analisis fonologi, yaitu tentang intonasi.

Bidang semantik, yang berkonsentrasi pada persoalan makna kata pun tidak jarang memanfaatkan hasil telaah fonologi. Kapan sebuah kata bisa divariasikan ucapannya, dan kapan tidak. Mengapa kata tahu dan teras kalau diucapkan secara bervariasi [tahu], [tau], [teras], dan [tǝras] akan bermakna lain? Hasil analisis fonologislah yang membantunya.

Bidang leksikologi, juga leksikografi yang berkonsentrasi pada persoalan perbendaharaan kata suatu bahasa, baik dalam rangka penyusunan kamus maupun tidak, sering memanfaatkan hasil kajian fonologi. Cara-cara pengucapan yang khas suatu kata dan variasi pengucapan hanya bisa dideskripsikan secara cermat lewat transkripsi fonetis.

Bidang dialektologi, yang bermaksud memetakan “wilayah” pemakaian dialek atau variasi bahasa tertentu sering memanfaatkan hasil kajian fonologi, terutama variasi-variasi ucapan pemakaian bahasa, baik secara sosial maupun geografis. Variasi-variasi ucapan hanya bisa dijelaskan dengan tepat kalau memanfaatkan hasil analisis fonologi.

Begitu juga pada bidang linguistik terapan. Pengajaran bahasa (khususnya pengajaran bahasa kedua dan pengajaran bahasa asing) yang bertujuan keterampilan berbahasa lisan harus melatihkan cara-cara pengucapan bunyi-bunyi bahasa target kepada pembelajar. Cara-cara pengucapan ini akan lebih tepat dan cepat bisa dikuasai kalau pembelajar ditunjukkan ciri-ciri artikulasi dan cara-cara pengucapan setiap bunyi yang dilatihkan dengan memanfaatkan hasil kajian fonologi.

Psikolinguistik ketika menganalisis perkembangan penguasaan bunyi-bunyi bahasa pada diri anak juga memanfaatkan hasil kajian fonologi. Mengapa bunyi-bunyi bilabial dikuasai lebih dahulu daripada bunyi-bunyi labiodentals, mengapa bunyi vokal rendah-depan dikuasai lebih dahulu daripada vokal tinggi-belakang, bisa dijelaskan secara gamblang lewat analisis fonetik artikulatoris.

Dalam bidang klinis, hasil kajian fonologi (khususnya fonetik) dapat dimanfaatkan untuk menangani orang atau anak yang mengalami hambatan berbicara dan mendengar. Pada awal tahun 2000-an ini telah muncul buku yang berkaitan dengan klinis ini, misalnya Methods in Clinical Phonetics, Phonetics for Spceeh Pathology, dan masih banyak lagi.

Dari uraian di atas, jelaslah bahwa studi fonologi sangat berkaitan dan bahkan sangat berperan pada bidang-bidang linguistik lain, baik secara teoritis maupun praktis.

 

Manfaat Fonologi dalam Penyusunan Ejaan Bahasa

Ejaan adalah peraturan penggambaran atau perlambangan bunyi ujar suatu bahasa. Karena bunyi ujar ada dua unsur, yaitu segmental dan suprasegmental, maka ejaan pun menggambarkan atau melambangkan kedua unsur bunyi ujar tersebut.

Tata cara penulisan bunyi ujar (baik segmental maupun suprasegmental ini bisa memanfaatkan hasil kajian fonologi, terutama kajian fonemik terhadap bahasa yang bersangkutan. Sebagai contoh, ejaan bahasa Indonesia yang selama ini telah diterapkan dalam penulisan memanfaatkan hasil studi fonologi bahasa Indonesia, terutama yang berkaitan dengan perlambangan fonem. Oleh karena itu, ejaan bahasa Indonesia dikenal dengan istilah ejaan fonemis.

 

Fonetik: Gambaran Umum

Fonetik dan Bidang Kajiannya

Fonetik merupakan bidang kajian ilmu pengetahuan (science) yang menelaah bagaimana manusia menghasilkan bunyi-bunyi bahasa dalam ujaran, menelaah gelombang-gelombang bunyi bahasa yang dikeluarkan, dan bagaimana alat pendengaran manusia menerima bunyi-bunyi bahasa untuk dianalisis oleh otak manusia (O’Connor, 1982: 10-11, Laderfoged, 1982: 1).

1.    Fonetik Fisiologis

Bidang fonetik yang mengkaji tentang penghasilan bunyi-bunyi bahasa berdasarkan fungsi mekanisme biologis organ tutur manusia dinamakan fonetik fisiologis.

2.    Fonetik akustis

Fonetik akustis bertumpu pada struktur fisik bunyi-bunyi bahasa dan bagaimana alat pendengaran manusia memberikan reaksi kepada bunyi-bunyi bahasa yang diterima. Alat-alat fonetik akustis yaitu frekuensi, tempo, dan kenyaringan.

3.    Fonetik auditoris atau fonetik persepsi

Fonetik auditoris atau fonetik persepsi ini mengarahkan kajiannya pada persoalan bagaimana manusia menentukan pilihan bunyi-bunyi yang diterima alat pendengarannya.

 

Ketidaklancaran Berujar yang Terkait dengan Kajian Fonetik

1.    Kegagapan (Stuttering)

Merupakan salah satu permasalahan kekurangmampuan artikulator untuk berfungsi secara normal, dan/atau masalah pengaturan pernapasan atau lewatan udara dari paru-paru si penutur.

2.    Kelumpuhan Saraf Otak (Cerebol Palsied)

Ketidaklancaran ini berkaitan dengan keadaan pernapasan yang tidak normal yang berdampak pada aliran udara yang diperlukan ketika menghasilkan bunyi bahasa, kenyaringan dan kejelasan suara dan kemampuan gerakan artikulator-artikulator pertuturan.

3.    Belahan Langit-Langit Mulut

Penutur yang menghadapi masalah untuk menyebutkan bunyi-bunyi bahasa karena langit-langit mulutnya yang tidak merata (tinggi-rendah) sempit, dan (biasanya) diikuti bentuk gusi yang tidak normal.

4.    Rusak pendengaran

Kasus kerusakan pendengaran ini dapat dibagi ke dalam dua keadaan, yaitu penutur yang hanya mempunyai masalah kualitas pendengan rendah, dan penutur yang pekak atau tuli. Penutur yang mempunyai kualitas pendengaran yang rendah berkemungkinan gagal untuk mengenal dengan baik bunyi-bunyi yang berfrekuensi tinggi, misalnya bunyi [s] dan [f]. Karena itu, ia akan menghadapi masalah ketika memahami perkataan dalam suatu ujaran yang mengandung bunyi-bunyi berfrekuensi tinggi.

 Kondisi Kajian Fonetik

1.       Kajian Fonetik di Barat

Di Barat, kajian linguistik dilakukan dengan cara scientific atau ilmiah. Berbagai alat pemeriksaan, penyelidikan dan percobaan diadakan. Banyak hasil yang diperoleh dari penyelidikan ini. Seperti bagaimana kedudukan lidah ketika bertutur; peranan yang dimainkan langit-langit lembut ketika menyebutkan bunyi sengau; peranan pita suara ketika menyebutkan bunyi dan sebagainya.

2.       Sejarah Perkembangan Kajian Fonetik

Pengkajian fonetik ditangani secara serius sejak terbentuknya International Phonetic Assosiation (IPA) pada tahun 1886 di Barat. Di Rusia, Baudouin de Courtenay yang berbangsa Polandia dan tinggal di St. Petersburg terkenal karena melahirkan pendapat tentang konsep fonem, yaitu penggolongan beberapa bunyi yang hampir serupa kepada satu bunyi dasar. Di Prancis dan Jerman, para sarjana yang berusaha dalam hal ini adalah Paul Paggy dan Silhelm Victor. Di Denmark ada Otto Jespersen.

Walaupun IPA terbentuk tahun 1886, di Inggris sendiri pengkajian fonetik digeluti secara intensif mulai tahun 1907, yaitu setelah University of London mengakui usaha-usaha Daniel Jones (seorang pakar fonetik inggris terkenal) dan melantiknya sebagai dosen dalam pengkajian fonetik di University Callege. Dengan terbentuknya Asosiasi Fonetik Internasional ini banyak kemajuan yang dihasilkan, terutama antara tahun 1910-1930.

 Fonetik: Tahapan Komunikasi, Proses Pembentukan, Transkripsi Fonetis

Tahapan Komunikasi

Sebagai bahan mentah, media, atau substansi bahasa, bunyi itu menampakan pada peristiwa komunikasi dengan bahasa lisan. Ketika seseorang (pembicara, orang pertama-selanjutnya disebut O1) menyampaikan maksud kepada orang lain (pendengar, orang kedua-selanjutnya disebut O2), yang menampak adalah O1 mengucapkan serangkaian bunyi yang bisa didengar. Rangkaian bunyi yang mengandung makna/maksud tertentu tersebut diproduksi oleh alat ucap O1, dan keluar dalam bentuk gelombang-gelombang bunyi di udara bebas, selanjutnya ditangkap oleh alat pendengar O2 sehingga bisa didengar sebagai serangkaian bunyi. Bunyi yang didengar tersebut kemudian diolah sedemikian rupa sehingga menjadi bunyi yang mengandung makna atau maksud sesuai dengan tujuan komunikasi.

Kegiatan berkomunikasi lisan dimulai dari otak pembicara. Dengan memanfaatkan fungsi kreativitas otak, O1 menemukan atau mempunyai gagasan (ide) yang akan disampaikan kepada O2. O1 memilih kata, frase, atau ungkapan yang dapat mewakili gagasan tersebut, lalu menyusunnya dalam bentuk kalimat yang sesuai dengan sistem bahasa yang dipakainya. Tahap pemilihan unsur kebahasaan yang sesuai dengan ide disebut tahap linguistik.

Setelah gagasan tersusun dalam otak, kemudian otak mengaktifkan saraf motoris dan mengirimkan perintah dalam bentuk rangsangan-rangsangan ke otot-otot alat ucap. Atas perintah ini, alat ucap mengadakan gerakan-gerakan sedemikian rupa sehingga memunculkan perubahan tekanan udara di sekelilingnya yang berpotensi menimbulkan fonasi. Fungsi transmisi otak ini berada pada tahap fisiologis.

Perubahan tekanan udara yang diakibatkan oleh gerakan alat ucap tadi, menimbulkan gelombang bunyi yang merambat keluar dari alat ucap O1 oleh hantaran udara menuju alat pendengar O2. Posisi gelombang bunyi yang berada antara alat ucap O1 dan alat dengar O2 ini disebut tahap akustis.

 

Proses Pembentukan Bunyi

1.    Arus Udara

Arus udara yang menjadi sumber energi utama pembentukan bunyi bahasa merupakan hasil kerja alat atau organ tubuh yang dikendalikan oleh otot-otot tertentu atas perintah saraf-saraf otak. Dengan demikian, arus udara ini tidak muncul dengan sendirinya, tetapi diciptakan atas perintah saraf-saraf otak tertentu.

2.    Pita Suara

Pita suara merupakan sumber bunyi. Bergetar pita suara dengan cara membuka dan menutup. Lubang pada saat pita suara membuka disebut glotis. Membukanya dari muka menuju ke belakang. Kadang-kadang membukanya tidak sampai ke belakang betul. Menutupnya pun mulai dari muka. Selain dari getaran penuh dari muka ke belakang, ada lagi getaran kecil yang panjangnya setengah, sepertiga, dan seterusnya dari panjang pita suara, dan bergetar secara serempak. Satu kali membuka-menutupnya pita suara (dua getaran) disebut satu gelombang. Banyaknya gelombang perdetik disebut frekuensi bunyi.

3.    Alat-Alat Ucap

Organ-organ tubuh yang dipergunakan sebagai alat ucap dapat dibagi menjadi tiga komponen, yaitu:

a.    Komponen supraglotal, terdiri dari tiga rongga yang berfungsi sebagai lubang resonansi dalam pembentukan bunyi, yaitu (1) rongga kerongkongan, (2) rongga hidung, dan (3) rongga mulut.

b.    Komponen laring, orang awam biasanya menyebut tenggorok. Ini merupakan kotak yang berbentuk tulang rawan berbentuk lingkaran. Di dalamnya terdapat pita suara. Laring dengan kerja pita suara inilah yang berfungsi sebagai klep yang mengatur arus udara antara paru-paru, mulut dan hidung. Pita suara yang dengan kelenturannya bisa membuka dan menutup ini bisa memisahkan dan sekaligus menghubungkan antara udara yang ada pada paru-paru dan yang ada pada mulut dan hidung. Apabila dibuka lebar-lebar, udara yang ada pada paru-paru bisa berhubungan dengan udara yang ada pada mulut dan hidung. Sebaliknya, apabila klep ditutup rapat, udara yang ada pada paru-paru terpisah total dengan udara yang ada pada mulut dan hidung.

c.     Komponen subglotal, komponen ini terdiri atas paru-paru kiri dan kanan, saluran bronchial, dan saluran pernapasan (trakea). Fungsi utama komponen ini adalah untuk pernapasan, yaitu mengalirkan udara dari dan ke paru-paru. Kalau udara mengalir ke dalam paru-paru disebut menarik napas, sedangkan kalau udara mengalir ke luar (dari paru-paru) disebut menghembuskan napas.

 

Transkripsi Fonetis

Transkripsi Fonetis adalah perekaman bunyi dalam bentuk lambang tulis. Lambang bunyi atau fonetis yang sering dipakai adalah lambing bunyi yang sering dipakai oleh The International Phonetic Assosiation (IPA). Alfabet IPA ini merupakan serangkaian lambang yang didasarkan pada alfabet latin, yang diciptakan untuk keperluan memerikan semua bunyi bahasa yang ada di dunia.

 Berikut beberapa contoh lambang fonetik IPA yang terdapat dalam bahasa Indonesia.

 

Lambang

Fonetis

Alfabet Latin

Contoh

[ǝ]

Sama dengan huruf e terbalik

[kǝ+lǝ+la+war] ‘kelelawar’

[ɛ]

Sama dengan huruf e capital

[pɛn+dɛ?] ‘pendek’

[o]

Sama dengan huruf o

[so+to] ‘soto’, [ka+do] ‘kado’

[O]

Sama dengan huruf o capital

[bO+rOs] ‘boros’

[u]

Sama dengan huruf u

[bu+ku] ‘buku’

[U]

Sama dengan huruf u capital

[ba+tU?] ‘batuk’

[i]

Sama dengan huruf i

[bi+sa] ‘bisa’, [sa+dis] ‘sadis’

[a]

Sama dengan huruf a

[pa+rah] ‘parah’

 

Klasifikasi Bunyi Segmental dan Deskripsi Bunyi Segmental Bahasa Indonesia

Dasar Klasifikasi Bunyi Segmental

1.    Ada Tidaknya Gangguan

Yang dimaksud dengan “gangguan” adalah penyempitan atau penutupan yang dilakukan oleh alat-alat ucap atas arus udara dalam pembentukan bunyi. Dilihat dari ada tidaknya gangguan ketika bunyi diucapkan, bunyi dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:

a.    Bunyi vokoid, yaitu bunyi yang dihasilkan tanpa melibatkan penyempitan atau penutupan pada daerah artikulasi.

b.    Bunyi kontoid, yaitu bunyi yang dihasilkan dengan melibatkan penyempitan atau penutupan pada daerah artikulasi.

2.    Mekanisme Udara

Adalah dari mana datangnya udara yang menggerakan pita suara sebagai sumber bunyi.

a.    Mekanisme udara pulmonis, yaitu udara yang datang dari paru-paru menuju keluar.

b.    Mekanisme udara faringal atau laringal, yaitu udara yang datang dari faring atau laring.

c.     Mekanisme udara oral, yaitu udara yang datang dari mulut.

3.    Arah Udara

a.    Bunyi egresif, yaitu bunyi yang dihasilkan dari arah udara menuju ke luar melalui rongga mulut atau rongga hidung.

b.    Bunyi ingresif, yaitu bunyi yang dihasilkan dari arah udara masuk ke dalam paru-paru.

4.    Pita Suara

a.    Bunyi mati atau bunyi tak bersuara, yaitu bunyi yang dihasilkan dengan pita suara tidak melakukan gerakan membuka menutup sehingga getarannya tidak signifikan. Misal bunyi, [k], [p], [t], [s].

b.    Bunyi hidup atau bunyi bersuara, yaitu bunyi yang dihasilkan dengan pita suara melakukan gerakan membuka dan menutup secara cepat sehingga bergetar secara signifikan. Misal bunyi, [g], [b], [d], [z].

5.    Lubang Lewatan Udara

a.    Bunyi oral, yaitu bunyi yang dihasilkan dengan cara udara keluar melalui rongga mulut, dengan menutupkan velik pada dinding faring.

b.    Bunyi nasal, yaitu bunyi yang dihasilkan dengan cara udara keluar melalui rongga hidung, dengan menutup rongga mulut dan membuka velik lebar-lebar.

c.     Bunyi sengau, yaitu bunyi yang dihasilkan dengan cara udara keluar melalui rongga mulut dan rongga hidung, dengan membuka velik sedikit

6.    Mekanisme Artikulasi

a.    Bunyi bilabial, yaitu bunyi yang dihasilkan oleh keterlibatan bibir bawah dan atas. Bunyi [p], [b], [m].

b.    Bunyi labio-dental, yaitu bunyi yang dihasilkan oleh bibir bawah dan gigi atas. Bunyi [f] dan [v].

c.     Bunyi apiko-dental, yaitu bunyi  yang dihasilkan oleh ujung lidah dan gigi atas. Bunyi [t], [d], dan [n].

d.    Bunyi apiko-alveolar, yaitu bunyi yang dihasilkan oleh ujung lidah dan gusi atas.

e.    Bunyi lamino-palatal, yaitu bunyi yang dihasilkan oleh tengah lidah dan langit-langit keras. Bunyi [c], [j].

f.      Bunyi dorso-velar, yaitu bunyi yang dihasilkan oleh pangkal lidah dan langit-langit lunak. Bunyi [k], [g].

g.    Bunyi (dorso-) uvular, yaitu bunyi yang dihasilkan oleh pangkal lidah dan anak tekak. Bunyi [q] dan [R].

h.    Bunyi laringal, yaitu bunyi yang dihasilkan oleh tenggorok. Misalnya, [h].

i.      Bunyi glottal, bunyi yang dihasilkan oleh lubang atau celah (glotis) pada pita suara. Misalnya [?].

7.    Cara Gangguan

a.    Bunyi stop (hambat), yaitu bunyi yang dihasilkan dengan cara arus udara ditutup rapat sehingga udara terhenti seketika, lalu dilepaskan kembali secara tiba-tiba.

b.    Bunyi kontinum (alir), yaitu bunyi yang dihasilkan dengan cara arus udara tidak ditutup secara total sehingga arus udara tetap mengalir.

c.     Bunyi afrikatif (paduan), yaitu bunyi yang dihasilkan dengan cara arus udara ditutup rapat, tetapi kemudian dilepas secara berangsur-angsur.

d.    Bunyi frikatif (geser), yaitu bunyi yang dihasilkan dengan cara arus udara dihambat sedemikian rupa sehingga udara tetap dapat keluar.

e.    Bunyi tril (getar), yaitu bunyi yang dihasilkan dengan cara arus udara ditutup dan dibuka berulang-ulang secara cepat.

f.      Bunyi lateral (samping), yaitu bunyi yang dihasilkan dengan cara arus udara ditutup sedemikian rupa sehingga udara masih bisa keluar melalui salah satu atau kedua sisi-sisinya.

g.    Bunyi nasal (hidung), yaitu bunyi yang dihasilkan dengan cara arus udara yang lewat rongga mulut ditutup rapat, tetapi arus udara dialirkan lewat rongga hidung.

8.    Tinggi-Rendahnya Lidah

a.    Bunyi tinggi, yaitu bunyi yang dihasilkan dengan cara posisi lidah  meninggi, mendekati langit-langit keras.

b.    Bunyi agak tinggi, yaitu bunyi yang dihasilkan dengan cara posisi lidah  meninggi, sehingga agak mendekati langit-langit keras.

c.     Bunyi tengah, yaitu bunyi yang dihasilkan dengan cara posisi lidah  di tengah.

d.    Bunyi agak rendah, yaitu bunyi yang dihasilkan dengan cara posisi lidah  agak merendah, sehingga agak menjauhi langit-langit keras.

e.    Bunyi rendah, yaitu yaitu bunyi yang dihasilkan dengan cara posisi lidah  merendah, sehingga menjauh dari langit-langit keras.

9.    Maju-Mundurnya Lidah

a.    Bunyi depan, yaitu bunyi yang dihasilkan dengan cara bagian depan lidah dinaikkan. Misalnya, [i], [e], [a].

b.    Bunyi pusat, yaitu bunyi yang dihasilkan dengan cara lidah  merata, tidak ada bagian lidah yang dinaikkan. Misalnya, [ǝ].

c.     Bunyi belakang, yaitu bunyi yang dihasilkan dengan cara bagian belakang lidah dinaikkan. Misalnya, [u], [U], [o], [O].

10.  Bentuk Bibir

a.    Bunyi bulat, yaitu bunyi yang dihasilkan dengan cara posisi bibir berbentuk bulat. Misalnya, [u], [U], [o], [O].

b.    Bunyi tidak bulat, yaitu bunyi yang dihasilkan dengan cara posisi bibir merata atau tidak bulat. Misalnya, [i], [e], [a].

 

Deskripsi Bunyi Segmental Bahasa Indonesia

Bunyi vokoid

Bunyi

Ciri-Ciri

Contoh Kata

[i]

Tinggi, depan, tak bulat

[bila] ‘bila’

[Ī]

Agak tinggi, tak bulat

[adĪ?] ‘adik’

[e]

Tengah, depan, tak bulat

[ide] ‘ide’

[ɛ]

Agak rendah, depan, tak bulat

[nɛnɛ?] ‘nene?’

[a]

Rendah, depan, tak bulat

[cari] ‘cari’

[u]

Tinggi, belakang, bulat

[buku] ‘buku’

[U]

Agak tinggi, belakang, bulat

[batU?] ‘batuk’

[o]

Tengah, belakang, bulat

[toko] ‘toko’

[O]

Agak rendah, belakang, bulat

[tOkOh] ‘tokoh’

[α]

Rendah, belakang, bulat

[allαh] ‘Allah’

[ǝ]

Tengah, pusat, tak bulat

[ǝmas] ‘emas’

 

Bunyi Kontoid

Bunyi

Ciri-Ciri

Contoh Kata

[p]

Mati, oral, bilabial, plosif

[paku] ‘paku’

[b]

Hidup, oral, bilabial, plosif

[baru] ‘baru’

[t]

Mati, oral, apiko-dental, plosif

[tidUr] ‘tidur’

[d]

Hidup, oral, apiko-dental, plosif

[dari] ‘dari’

[k]

Mati, oral, velar, plosif

[kaku] ‘kaku’

[g]

Hidup, oral, velar, plosif

[gali] ‘gali’

[?]

Mati, oral, glotal, plosif

[jara?] ‘jara?’

[c]

Mati, oral, lamino-palatal, afrikatif

[ciri] ‘ciri’

[j]

Hidup, oral, lamino-palatal, afrikatif

[jara?] ‘jara?’

[f]

Mati, oral, labio-dental, frikatif

[final] ‘final’

[s]

Mati, oral, apiko-alveolar, frikatif

[satu] ‘satu’

[z]

Hidup, oral, apiko-alveolar, frikatif

[zaman] ‘zaman’

[š]

Mati, lamino-palatal, frikatif

[šarat] ‘syarat’

[x]

Mati, oral, frikatif

[xas] ‘khas’

[Ɣ]

Hidup, oral, velar, frikatif

[tabliƔ] ‘tabligh’

 


PSIKOLINGUISTIK   PENGERTIAN Secara etimologis, istilah psikolingustik berasal dari dua kata yaitu, Psikologi dan Linguistik. Kedua kata...