KOHESI
DALAM BAHASA KERINCI
I.
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Salah
satu kelebihan manusia jika dibandingkan dengan makhluk-makhluk lainnya dimuka
bumi terletak pada bahasa yang dimilikinya. Bahasa memainkan peran yang sangat
penting dalam kehidupan manusia.[1]
Semua orang pasti memiliki pengertian
tentang apa itu bahasa, tetapi mungkin mendapati kesulitan untuk
mendefinisikannya. Defenisi pada dasarnya adalah sari pati suatu pengertian
atau teori dan sebaliknya pengertian atau teori adalah defenisi yang dikembangluaskan.[2]
Bahasa
adalah sistem lambang bunyi yang dipergunakan oleh para anggota suatu
masyarakat untuk berkerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasi diri.[3]
Bahasa merupakan sebuah gabungan dari makna dan bunyi. bahasa digabungkan oleh
tiga buah komponen, yaitu; komponen leksikon,
komponen gramtikal, dan komponen fonologi.
Hakikat dari pengertian bahasa
adalah tuturan yang memiliki makna. Morfem
sebagai satuan terkecil dalam suatu bahasa, tidak tersusun dalam pengelompokan bersama dalam suatu konstruksi. Kelompok
tersebut biasanya akan berfungsi
sebagai unit pada beberapa kelompok yang lebih besar dalam struktur. Unit-unit
atau konstruksi tersebut bergabung untuk membentuk konstruksi yang lebih inklusif.
Kelompok itulah yang dinamakan dengan kalimat.
Salah satu bahasa yang ada di daerah Sumatra di bagian Jambi adalah
bahasa Kerinci. Bahasa Kerinci termasuk salah satu anak cabang Bahasa
Austronesia, yang dekat dengan Bahasa Minang Kabau. Beberapa ahli bahkan
menyebutkan bahwa bahasa Kerinci merupakan bagian dari Bahasa Minang Kabau. Ada
lebih dari 30 dialek Bahasa yang ada dan berbeda pada tiap-tiap daerah dan
desa-desa di Kabupaten Kerinci.[4]
Dalam semua bahasa termasuk bahasa Kerinci, terdapat
adanya keterpaduan dan keutuhan, hal ini disebut juga dengan kohesi; dimana
kohesi berfungsi sebagai penghubung antarkalimat yang satu dengan yang lain
sehingga membentuk keterkaitan. Variasi itu salah satunya terdapat dalam bahasa
Kerinci.
Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis
akan membahas tentang Kohesi dalam Bahasa Kerinci.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah
dalam tulisan ini adalah:
1. Apa
pengertian Kohesi.
2. Apa-apa
saja bentuk Kohesi dalam Bahasa Kerinci.
C. Batasan Masalah
Dalam
tulisan ini penulis hanya membatasi ruang lingkup kerja hanya pada tataran kohesi
dalam bahasa Kerinci.
D. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan
Makalah ini adalah;
1. Untuk
memenuhi tugas akhir semester genap pada mata kuliah Sintaksis.
2. Untuk
mengetahui pengertian kohesi
3. Untuk
mengetahui apa-apa saja bentuk kohesi dalam bahasa Kerinci.
II. KAJIAN TEORITIS
A. Pengertian Kohesi
Dalam memahami sebuah
teks atau bacaan perlu adanya pengetahuan tentang hubungan yang terjadi
antarkalimatnya. Hubungan tersebut bersifat mengaikan antarbagian kalimat atau
antarkalimat dan dapat bersifat eksplisit atau implisit. Bersifat eksplisit
karena ditandai dengan kata penghubung, atau kata-kata tertentu yang bersifat
menghubungkan, sedangkan bersifat implisit karena mungkin hanya berupa hubungan
kelogisan, hubungan yang disimpulkan oleh pembaca. Hubungan tersebut dalam ilmu
bahasa disebut kohesi (keutuhan).
Kohesi merupakan organisasi sintaktik, wadah kalimat-kalimat disusun secara
padu dan padat untuk menghasilkan tuturan. Kohesi adalah hubungan antar kalimat
di dalam wacana baik dalam strata gramatikal maupun dalam tataran leksikal.
Kohesi adalah keserasian hubungan antara unsur yang satu dengan unsur yang
lainnya sehingga tercipta pengertian yang apik dan koheren. Pemahaman wacana
bahasa dengan baik memerlukan pengetahuan dan penguasaan kohesi yang baik pula,
tidak hanya terfokus pada kaidah-kaidah bahasa tetapi juga pada realitas,
pengetahuan kita dalam proses penalaran, yang disebut penyimpulan sintaktik.
Suatu teks atau wacana benar-benar kohesi apabila terdapat kesesuaian bentuk
bahasa terhadap konteks (situasi luar bahasa). Ketidaksesuaian bentuk bahasa
dengan konteks akan menghasilkan teks yang tidak kohesif. Aspek formal bahasa
yang berkaitan erat dengan kohesi ini melukiskan bagaimana caranya
proposisi-proposisi saling berhubungan satu sama lain bagaimana caranya
proposisi-proposisi yang tersirat disimpulkan untuk menafsirkan tindak ilokusi
sebagai acuan koherensi.
Dalam istilah kohesi tersirat pengertian kepaduan dan keutuhan. Adapun
dalam koherensi tersirat pengertian pertalian atau hubungan. Bila dikaitkan
dengan aspek bentuk dan aspek makna bahasa, maka kohesi merupakan aspek formal
bahasa.[5]
B. Unsur-unsur Kohesi
Kohesi merupakan aspek formal bahasa dalam wacana (hubungan yang tampak pada bentuk).
Kohesi merupakan organisasi sintaksis dan merupakan wadah
kalimat-kalimat yang disusun secara padu dan padat untuk menghasilkan tuturan.[6] Kohesi adalah hubungan
antar kalimat di dalam sebuah wacana baik dalam skala gramatikal maupun dalam
skala leksikal tertentu.
adapun unsur-unsur kohesi adalah:
1. Referensi
Referensi atau pengacuan merupakan hubungan antara kata dengan acuannya. Kata-kata
yang berfungsi sebagai pengacu disebut deiksis sedangkan unsur-unsur yang
diacunya disebut antesedan. Referensi dapat bersifat eksoforis (situasional)
apabila mengacu ke antesedan yang ada di luar wacana, dan bersifat endoforis (tekstual)
apabila yang diacunya terdapat di dalam wacana. Referensi endoforis yang
berposisi sesudah antesedennya disebut referensi anaforis, sedangkan yang
berposisi sebelum antesedennya disebut referensi kataforis.
2. Pronomina
Pronomina adalah kata yang menggantikan nomina atau
frasa nominal atau biasa juga disebut kata ganti. Pronomina adalah kata yang dipakai untuk mengacu kepada nomina lain.[7]
Pronomina adalah kategori yang berfungsi untuk mengganti nomina. Apa yang
digantikannya itu disebut antesenden. Antesenden itu ada di dalam atau
di luar wacana (di luar bahasa). Sebagai pronomina, kategori ini tidak bisa
berafiks tetapi beberapa dia antaranya bisa direduplikasikan, yakni kami-kami,
beliau-beliau, mereka-mereka.[8]
Yang termasuk pronominal yaitu:
a.
Kata ganti orang
Kata ganti orang terbagi atas tiga
yaitu:
1)
Kata ganti orang pertama, terbagi
atas:
a)
Kata ganti orang pertama tunggal
yaitu: saya, aku, ku.
b)
Kata ganti orang pertama jamak
yaitu: Kita, kami.
2)
Kata ganti orang kedua, terbagi
atas:
a)
Kata ganti orang kedua tunggal
yaitu: Engkau, kamu, Anda, kau.
b)
Kata ganti orang kedua jamak, yaitu:
kalian, kamu sekalian.
3)
Kata ganti orang ketiga, terbagi
atas:
a)
Kata ganti orang ketiga tunggal,
yaitu: dia, beliau.
b)
Kata ganti orang ketiga jamak,
yaitu: mereka.
b.
Kata ganti penunjuk
Kata ganti penunjuk, terbagi atas:
1)
Kata ganti penunjuk umum, yaitu:
ini, itu.
2)
Kata ganti penunjuk tempat, yaitu:
sini, situ, sana, di sana, ke sana, dari situ, ke sini, di sini, ke situ,
yakni, yaitu.
3)
Kata ganti penunjuk ihwal, yaitu:
begini, begitu.
c.
Kata ganti penanya.
Kata ganti penanya, terbagi atas:
1)
Kata ganti penanya benda atau orang,
yaitu: apa, siapa, mana, yang mana.
2)
Kata ganti penanya waktu, yaitu:
kapan, bilamana, apabila.
3)
Kata ganti penanya tempat, yaitu:di
mana, ke mana, dari mana.
4)
Kata ganti penanya keadaan, yaitu:
mengapa, bagaimana.
5)
Kata ganti penanya jumlah, yaitu:
berapa.
d.
Kata ganti yang tidak menunjuk pada
orang atau benda tertentu, yaitu: sesuatu, seseorang, barang siapa,
siapa-siapa, masing-masing.
3.
Subtitusi
Substitusi mengacu ke penggantian kata-kata dengan kata lain.
Substitusi hampir sama dengan referensi. Perbedaan antara keduanya adalah
referensi merupakan hubungan makna sedangkan substitusi merupakan hubungan leksikal
atau gramatikal. Selain itu, substitusi dapat berupa proverba, yaitu
kata-kata yang digunakan untuk menunjukan tindakan, keadaan, hal, atau isi
bagian wacana yang sudah disebutkan sebelum atau sesudahnya juga dapat berupa
substitusi klausal.
4.
Elipsis
Elipsis adalah sesuatu yang tidak terucapkan dalam wacana, artinya
tidak hadir dalam komunikasi, tetapi dapat dipahami. Jadi pengertian tersebut
tentunya didapat dari konteks pembicaraan, terutama konteks tekstual. Sebagai
pegangan, dapat dikatakan bahwa pengertian elipsis terjadi bila sesuatu unsur
yang secara struktural seharusnya hadir, tidak ditampilkan. Sehingga terasa ada
sesuatu yang tidak lengkap.
5. Konjungsi
Konjungsi (kata sambung) adalah bentuk atau satuan kebahasaan yang
berfungsi sebagai penyambung, perangkai atau penghubung antara kata dengan
kata, frasa dengan frasa, klausa dengan klausa, kalimat dengan kalimat, dan
seterusnya. Konjungsi disebut juga sarana perangkaian unsur-unsur kewacanaan.
Konjungsi mudah dikenali karena keberadaannya terlihat sebagai pemarkah formal.
Beberapa jenis konjungsi antara lain adalah:
a. Konjungsi Adservatif (namun, tetapi)
b. Konjungsi Kausal (sebab, karena)
c. Konjungsi Korelatif (apalagi, demikian juga)
d. Konjungsi Subordinatif (meskipun, kalau)
e. Konjungsi Temporal (sebelumnya, sesudahnya, lalu, kemudian).
6. Kohesi Leksikal
Kohesi leksikal atau perpaduan leksikal adalah hubungan leksikal
antara bagian-bagian wacana untuk mendapatkan keserasian struktur secara
kohesif. Unsur kohesi leksikal terdiri dari sinonim (persamaan), antonim (lawan
kata), hiponim (hubungan bagian atau isi), repetisi (pengulangan), kolokasi
(kata sanding), dan ekuivalensi. Tujuan digunakannya aspek-aspek leksikal itu
diantaranya ialah untuk mendapatkan efek intensitas makna bahasa, kejelasan
informasi, dan keindahan bahasa lainnya.[9]
Konsep kohesi mengacu pada hubungan
bentuk antar unsur-unsur wacana sehingga memiliki keterkaitan secara padu.
Dengan adanya hubungan kohesif itu, suatu unsur dalam wacana dapat
diinterprestasikan sesuai dengan keterkaitannya dengan unsur-unsur yang lain.
Hubungan kohesif dalam wacana sering ditandai dengan penanda-penanda kohesi,
baik yang sifatnya gramatikal maupun leksikal.
III. SAJIAN DATA DAN PEMBAHASAN
A. Sekilas Tentang Kerinci
Menurut Tambo Minangkabau, Tanah Kerinci merupakan
bagian dari rantau Minangkabau.[10]
Dalam tambo tersebut dikatakan bahwa rantau pesisir Alam Minangkabau meliputi wilayah-wilayah
sepanjang pesisir barat Sumatera bagian tengah, mulai dari Sikilang Air Bangis,
Tiku, Pariaman, Padang, Bandar Sepuluh, Air Haji, Inderapura, Muko-muko, dan
Kerinci.[11]
Pada abad ke-14 hingga ke-18, Kerinci merupakan bagian dari Kerajaan Inderapura, yang berpusat di Inderapura,
Pesisir
Selatan, Sumatera Barat. Setelah runtuhnya Kerajaan
Inderapura, Kerinci merupakan kawasan yang memiliki kekuasaan politik
tersendiri.
Pada masa pemerintahan Hindia-Belanda, Kerinci masuk ke dalam
Karesidenan Jambi (1904-1921), kemudian berganti di bawah Karesidenan Sumatra's
Westkust (1921-1942). Pada masa itu, Kerinci dijadikan wilayah setingkat onderafdeeling
yang dinamakan Onderafdeeling Kerinci-Indrapura. Setelah kemerdekaan, status
administratifnya dijadikan luhak dan dinamakan Luhak Kerinci-Indrapura.
Sedangkan Kerinci sendiri, diberi status daerah administratif setingkat
kewedanaan.
Pada tahun 1957, Propinsi Sumatera Tengah dipecah menjadi 3
propinsi:
1.
Sumatera
Barat, meliputi daerah darek Minangkabau dan Rantau Pesisir
2.
Riau, meliputi wilayah Kesultanan Siak,
Pelalawan, Rokan, Indragiri, Riau-Lingga, ditambah Rantau Hilir
Minangkabau : Kampar dan Kuantan.
3.
Jambi, meliputi bekas
wilayah Kesultanan Jambi ditambah Rantau Pesisir
Minangkabau : Kerinci.
Mengenai bahasa, bahasa pengantar yang digunakan oleh masyarakat kerinci
adalah bahasa kerinci dimana dijelaskan dalam sejarahnya Bahasa Kerinci
termasuk salah satu anak cabang dari bahasa Austronesia yang dekat dengan
bahasa minangkabau, hal ini dimungkinkan, karna sebelum bergabung menjadi
bagian dari Propinsi Jambi tahun 1955, Kerinci pernah menjadi salah satu
Kecamatan Di Propinsi Sumatera Barat, sehingga secara tidak langsung bahasa
minangkabau atau bahasa padang pun bisa kita dengar di kabupaten kerinci.[12]
B.
Kohesi dalam
Bahasa Kerinci
Berikut adalah
analisis data-data kohesi didalam bahasa kerinci:
1. Referensi
Referensi
merupakan pengacuan satuan lingual tertentu terhadap satuan lainnya. Contoh:
(1)
ituh bulean.
‘Itu bulan’
Kata
“itu” didalam teks tersebut mengacu kepada sesuatu yang diluar teks. yang
artinya “benda yang berpijar pada malam hari”.
2. Pronomina
Pronomina adalah kata yang menggantikan nomina atau
frasa nominal atau biasa juga disebut kata ganti.
Yang termasuk pronominal yaitu dalam bahasa Kerinci:
a.
Kata ganti orang
Kata ganti orang terbagi atas tiga
yaitu:
1)
Kata ganti orang pertama, terbagi
atas:
a)
Kata ganti orang pertama tunggal
yaitu: akau, aku, akew, kuh, aka, ako.
contoh:
(2)
akau ndok ngambik ayik sambiyaang
‘Saya mau mengambil air sembahyang’.
(3)
aku nalak kanti usik
‘saya mencari teman bermain’
(4)
ambek buku kuh deteh lamari
‘ambilkan buku ku di atas lemari’
Dalam kata ganti orang pertama
tersebut dalam bahasa kerinci, semuanya bisa dijadikan subjek dan prediket
didalam kalimat.
b)
Kata ganti orang pertama jamak
yaitu: kito, kamai, kaman, kamo. contoh:
(5)
kito gin kumoh pak dosen cagin
‘kita pergi ke rumah pak dosen nanti’
(6)
kamai nalok tmpek dudouk ptang
‘kami mencari tempat duduk kemaren’
(7)
datoylah umoh kamo
‘datanglah ke rumah kami’
2)
Kata ganti orang kedua, terbagi
atas:
a)
Kata ganti orang kedua tunggal
yaitu: mpoan, kaau, iko, mpa, mpoh, kayo.
(8)
pagi isok mpoan ndok kamano?
‘pagi besok, kamu mau kemana?’
(9)
iko mano diyem minin
‘kamu dimana sekarang’
(10)
kamai ndok bajelean umoh kayo
‘kami mau berjalan ke rumah anda’
(11)
uhang tuh magih anau kek kaau
‘orang itu memberikan sesuatu kepada
kamu’
b)
Kata ganti orang kedua jamak, yaitu:
iko.
(12)
iko gelo deak tlok malawan uhang tuh
‘kalian semua tidak sanggup melawan
orang itu’
3)
Kata ganti orang ketiga, terbagi
atas:
a)
Kata ganti orang ketiga tunggal,
yaitu: nyo, beliau, nyuh.
(13)
nyo nalok uang ngan ilang delem uto
tadih
‘dia mencari uang yang hilang di
dalam mobil tadi’
(14)
beliau tuh mang uhang kayo nian
‘beliau itu memang orang yang
benar-benar kaya’
(15)
abok nyuh manjuean di pasa
‘ayahnya jualan di pasar’
b)
Kata ganti orang ketiga jamak,
yaitu: nanok hang.
(16)
kamai smpak makaan mpak nanok hang
‘kami makan bersama mereka’
(17)
nanok hang magih piso ituh kek akau
‘mereka memberikan pisau itu kepada
saya’
Hal ini bisa disimpulkan sesuai tabel di bawah ini:
Kata Ganti
Orang
|
Tunggal
|
Jamak
|
Orang
Pertama
|
Akau,
akew, aku, kuh, aka, ako
|
Kito,
kamai, kaman, kamo
|
Orang
Kedua
|
Mpoan,
mpa, iko, kayo, kaau
|
Iko
|
Orang
Ketiga
|
Nyo,
beliau, nyuh
|
Nanok hang
|
b.
Kata ganti penunjuk
Kata ganti penunjuk, terbagi atas:
1)
Kata ganti penunjuk umum, yaitu: inih,
ituh, tohoh, ini, itu, nih.
(18)
ambek bejeu tohoh!
‘ambil baju itu!’
(19)
ituh ngan mna kamai pnasaran
‘itu yang membuat kami penasaran’
(20)
inih umoh nyuh
‘ini rumahnya’
(21)
aku nak kueh itu
‘aku mau kue itu’
2)
Kata ganti penunjuk tempat, yaitu:
sini, situ, sinuk, siko, kasiko, kasinuk.
(22)
duduklah sini
‘duduklah disini’
(23)
ado ngan ngtak kuncai sinuk
‘ada yang meletakkan kunci disana’
(24)
nyo akan pgin kasinuk
‘dia akan pergi kesana’
3)
Kata ganti penunjuk ihwal, yaitu: ninin,
nitun.
(25)
nyo slalu ninin
‘dia selalu begini’
(26)
nitun tuh ngan sgo
‘begitu cara yang sulit’
untuk lebih jelas, kata ganti
penulis rangkumkan kedalam tabel dibawah ini.
Kata
penunjuk dekat
|
Inih, nih,
ini
|
Kata penunjuk
jauh
|
Ituh,
tohoh
|
Kata
penunjuk cara
|
Sinin
(begini), situn (begitu)
|
c.
Kata ganti penanya.
Kata ganti penanya, terbagi atas:
1)
Kata ganti penanya benda atau orang,
yaitu: apo, sapo, mano, ngan mano, bilo, manan.
(27)
apo maksud tau?
‘apa maksud ?’
(28)
sapo ngan barlek?
‘siapa yang pesta?’
(29)
ngan mano tunangan mpun?
‘yang mana tunanganmu?’
2)
Kata ganti penanya waktu, yaitu: pilo,
bilo.
(30)
pilo kaau nalok buku?
‘kapan kau cari buku?’
(31)
bilo nok kuliah?
‘bila mau kuliah?’
3)
Kata ganti penanya tempat, yaitu: kat
mano, dehi mano, ka mano.
(32)
dehi mano nanok hang tuh?
‘dari mana mereka itu?’
(33)
kamano bae slamu inih?
‘kemana saja selama ini?’
1)
Kata ganti penanya keadaan, yaitu: pio,
manan.
(34)
pio inih bise tajedei?
‘kenapa ini bisa terjadi?’
(35)
manan caro mna tugas tuh?
‘bagaimana cara membuat tugas itu?’
2)
Kata ganti penanya jumlah, yaitu: brepo,
barepo, bapo, bripo.
(36)
brepo hargo kue inih?
‘berapa harga kue ini?’
d.
Kata ganti yang tidak menunjuk pada
orang atau benda tertentu, yaitu: anau, sapo, apo
(37)
ado anau kat kampus tang!
‘ada sesuatu di kampus kemaren!’
3.
Subtitusi
Substitusi mengacu ke penggantian kata-kata dengan kata lain.
Substitusi hampir sama dengan referensi.
(38)
lah
lamo akau nalok uhang ituh, nyo nian ngan tibo tadih
‘sudah lama aku mencari orang itu, memang
dia yang datang tadi’
pada kalimat diatas terjadi pensubsitusian
dari kata “orang itu menjadi “ia”.
4.
Elipsis
Elipsis adalah sesuatu yang tidak terucapkan dalam wacana, artinya
tidak hadir dalam komunikasi, tetapi dapat dipahami.
5. Konjungsi
Konjungsi (kata sambung) adalah bentuk atau satuan kebahasaan yang
berfungsi sebagai penyambung, perangkai atau penghubung antara kata dengan
kata, frasa dengan frasa, klausa dengan klausa, kalimat dengan kalimat, dan
seterusnya.
Beberapa jenis konjungsi antara lain adalah:
a. Konjungsi Adservatif (tapi)
b. Konjungsi Kausal (sbeb, karnu)
c. Konjungsi Korelatif (apoagi (apalagi))
d. Konjungsi Subordinatif (kalu (kalau))
e. Konjungsi Temporal (sebelumnyuh, sesudahnyuh, kemudian).
6. Kohesi Leksikal
Kohesi leksikal atau perpaduan leksikal adalah hubungan leksikal
antara bagian-bagian wacana untuk mendapatkan keserasian struktur secara
kohesif. Unsur kohesi leksikal terdiri dari sinonim (persamaan), antonim (lawan
kata), hiponim (hubungan bagian atau isi), repetisi (pengulangan), kolokasi
(kata sanding), dan ekuivalensi. Tujuan digunakannya aspek-aspek leksikal itu
diantaranya ialah untuk mendapatkan efek intensitas makna bahasa, kejelasan
informasi, dan keindahan bahasa lainnya.
IV.
SIMPULAN
DAN SARAN
A.
SIMPULAN
Kohesi
merupakan organisasi sintaktik, wadah kalimat-kalimat disusun secara padu dan
padat untuk menghasilkan tuturan. Kohesi adalah hubungan antar kalimat di dalam
wacana baik dalam strata gramatikal maupun dalam tataran leksikal.
Kohesi
adalah keserasian hubungan antara unsur yang satu dengan unsur yang lainnya
sehingga tercipta pengertian yang apik dan koheren. Pemahaman wacana bahasa
dengan baik memerlukan pengetahuan dan penguasaan kohesi yang baik pula, tidak
hanya terfokus pada kaidah-kaidah bahasa tetapi juga pada realitas, pengetahuan
kita dalam proses penalaran, yang disebut penyimpulan sintaktik.
Dalam bahasa
Kerinci juga terdapat beberapa kohesi dalam menyinambungkan kalimat. adapun
unsur-unsur kohesi itu antara lain adalah:
a.
Referensi
b.
Pronomina
c.
Subtitusi
d.
Elipsis
e.
Konjungsi
f.
Kohesi leksikal
B.
SARAN
Tiap-tiap penulisan akan selalu menulis kebenarannya
namun kenaran yang sesunguhnya hanya Allah yang mengetahui, namun tak mumbuat
manusia sekedar menerima namun lebih dari itu dituntut untuk berusaha, penulis
mengakui makalah ini sungguh banyak
kekurangannya. Kebenaran itu dari Allah SWT, dan kesalahan itu dari penulis
sendiri.
Kritik dan
saran dari pembaca sangat kami harapkan demi kesempurnaan perbaikan makalah
ini, Terima kasih.
DAFTAR
KEPUSTAKAAN
Alwasilah, A. Chaedar,
1992. Beberapa Madhab dan Dikotomi Teori
Linguistik, Bandung : Angkasa Bandung
Alwi
Hasan, dkk, 2003. TataBahasa Baku Indonesia, Jakarta: Pusat Bahasa dan
Balai Bahasa
Edwar Djamaris, 1991. Tambo
Minangkabau, Jakarta: Balai Pustaka,
Emi Sofyan, Uniknya
Bahasaku, Bahasa Kerinci.
Gusti
Asnan, Memikir ulang regionalisme: Sumatera Barat tahun 1950-an, Yayasan
Obor Indonesia
Harimurti
Kridalaksana dan Tim Peneliti linguistik Fakultas Sastra Universitas Indonesia, 1999. Sintaksis. Jakarta: Fakultas Sastra Universitas
Indonesia,
http://emisyofyan.blogspot.com/2013/02/
Kridalaksana
Harimurti, 2008. Kamus Linguistik, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
Nisa, Hany Uswatun. 2011. Kohesi dan Koherensi Antarkalimat
dalam Wacana Berita di Majalah Panjebar Semangat. Skripsi. Jurusan
Pendidikan dan Sastra Jawa, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri
Semarang.
Oktavianus dan Ike
Ravita, 2013. Kesantunan dalam Bahasa Minang Kabau, Padang: Minang Kabau
Press
Tarigan , Hendri
Guntur, 1987. Pengajaran Wacana, Bandung: Angkasa Bandung,
Wikipedia Ensiklopedia.
Kabupaten Kerinci.
[1]Oktavianus dan Ike Ravita, Kesantunan dalam Bahasa Minang Kabau,
(Padang: Minang Kabau Press, 2013), cet. 1, h. 1
[2] A. Chaedar Alwasilah, Beberapa
Madhab dan Dikotomi Teori Linguistik, 1992 (Bandung : Angkasa Bandung), h. 2
[3]Harimurti Kridalaksana, Kamus Linguistik, (Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama, 2008), cet. 2, h. 24
[4] Wikipedia Ensiklopedia. Kabupaten
Kerinci.
[5] Hendri Guntur Tarigan, Pengajaran Wacana, (Bandung: Angkasa
Bandung, 1987), h. 96
[6] Tarigan, Ibid
[7] Alwi Hasan, dkk, TataBahasa Baku Indonesia, (Jakarta: Pusat
Bahasa dan Balai Bahasa, 2003), h. 249
[8] Harimurti Kridalaksana dan Tim Peneliti linguistik Fakultas Sastra
Universitas Indonesia, Sintaksis, (Jakarta: Fakultas Sastra Universitas
Indonesia, 1999), h. 89
[9]Nisa,
Hany Uswatun. 2011. Kohesi dan Koherensi Antarkalimat dalam Wacana Berita di
Majalah Panjebar Semangat. Skripsi. Jurusan Pendidikan dan Sastra Jawa,
Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang.
[10] Gusti Asnan, Memikir ulang
regionalisme: Sumatera Barat tahun 1950-an, Yayasan Obor Indonesia
[11] Edwar Djamaris, Tambo Minangkabau,
Jakarta: Balai Pustaka, 1991
[12] Emi Sofyan, Uniknya
Bahasaku, Bahasa Kerinci. http://emisyofyan.blogspot.com/2013/02/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar